Selasa, 01 Januari 2013

Sedekah yang mengharukan

Kisah di bawah ini adalah kisah yang didapat dari milis alumni Jerman,
atau warga Indonesia yg bermukim atau pernah bermukim di sana .
Demikian layak untuk dibaca beberapa menit, dan direnungkan seumur
hidup.Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan
kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi.
Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan
setiap orang memilikinya.

Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling."
Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya
kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi
mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan
didepan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan
selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir,tugas ini
sangatlah mudah. Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui
suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman
kampus, untuk pergi kerestoran McDonald's yang berada di sekitar
kampus.



Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan
masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang
menemani si bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih
kosong.Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani,
mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan
orang yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari
antrian.Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan
melihat mengapa mereka semua pada menyingkir ? Saat berbalik itulah
saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata
tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat
dekil! Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang
lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang
"tersenyum" kearah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam,
tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap kearah saya, seolah ia
meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' ditempat itu.Ia
menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung
beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan.
Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh
saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang
memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya.

Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi
mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya
merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian
itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba2 saja
sudah sampai didepan counter. Ketika wanita muda di counter menanyakan
kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki
ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi
saja, satu cangkir Nona." Ternyata dari koin yang terkumpul hanya
itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan direstoran
disini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh,
maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya
ingin menghangatkan badan.

Tiba-tiba saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat
terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka
mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu-tamu lainnya, yang
hampir semuanya sedang mengamati mereka.. Pada saat yang bersamaan,
saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga
sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan'
saya. Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya
untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya
tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan
saya) dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang
ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke
meja/tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan
lainnya berjalan melingkari sudut kearah meja yang telah dipilih kedua
lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu
di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak
tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini
telah saya pesan untuk kalian berdua." Kembali mata biru itu menatap
dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah berkaca-kaca dan dia
hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya."

Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya
berkata "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian,
Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu
ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian."
Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan
memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya
merengkuh kedua lelaki itu. Saya sudah tidak dapat menahan tangis
ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami
dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka.

Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil
tersenyum dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan
dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi
diriku dan anak-anakku! " Kami saling berpegangan tangan beberapa saat
dan saat itu kami benar-benar bersyukur dan menyadari,bahwa hanya
karena 'bisikanNYA' lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan'
untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat
membutuhkan. Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu
yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu
lainnya, mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar
ingin 'berjabat tangan' dengan kami.

Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan
berucap "Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami
semua yang berada disini, jika suatu saat saya diberi kesempatan
olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi
kepada kami." Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum.
Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat
kearah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan
bathin kami, mereka langsung menoleh kearah kami sambil tersenyum,
lalu melambai-lambaikkan tangannya kearah kami.

Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya
lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar-benar
'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh saya. Pengalaman hari itu
menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat HANGAT
dan INDAH sekali! Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah
dengan 'cerita' ini ditangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya
kepada dosen saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya
saya dipanggil dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan
berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?"
dengan senang hati saya mengiyakan.

Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk
membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan
dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi.
Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan
ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah
ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga
para siswi yang duduk di deretan belakang didekat saya diantaranya
datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.Diakhir
pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan
mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya
."Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan mengetahui betapa
'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu."

Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk
menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku,
dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai
mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah
saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN TANPA
SYARAT." Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa
diresapi oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat
membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran
bagaimana cara MENCINTAI SESAMA, DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT
HARTA-BENDA YANG KITA MILIKI, dan bukannya MENCINTAI HARTA-BENDA YANG
BUKAN MILIK KITA, DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA! Jika anda berpikir bahwa
cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan cerita ini kepada
orang-orang terdekat anda. Disini ada 'malaikat' yang akan menyertai
anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak
hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang
sedang membutuhkan uluran tangannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar